Sekitar tahun 1994-1995, ketika memulai karir di Fakultas Sastra UM (Dulu Fakultas Bahasa & Seni IKIP Negeri Malang) saya kerap naik mikrolet. Ada sopir mikrolet umur 50'an yang tingkahnya sungguh menggelikan. Sepanjang perjalanan dia ngoceh terus dalam bahasa Inggris dan menyapa siapa saja dengan bahasa itu. Penumpang turun bayar, dia bilang "Thank you beautiful, see you later." Ketemu sesama sopir dia juga uluk salam "How are you, have a nice day!" dengan pelafalan yang bikin geli. Pokoknya orang itu mirip siaran radio BBC London yang modulasinya terganggu oleh badai siklon di Pasifik. Ternyata orang yang dijuluki mbah Tolan itu tinggal di kawasan Merjosari, tak jauh dari rumah kost saya. Ternyata dia nyopir mikrolet cuma sesekali saja kalau lagi benar-benar butuh uang. Selebihnya dia asyik tenggelam di balik aneka bir, whisky, vodka, badeg dan ciu. Hobi sableng itulah yang membuat dia dipanggil 'mbah Tolan'--singkatan dari 'Botol Berjalan.'
Kalau lagi kumat edan dia bisa sehari penuh pesta minuman, teler berat sampai terkapar di tepi selokan, tubuh kotor penuh daki, bahkan kencing di celana. Oleh keluarganya mbah Tolan dianggap klilip alias kerikil kecil yang bikin sepet mata. Istri, anak, mantu bahkan cucunya malah lebih ekstrim lagi: mereka memanggilnya 'mbah Koplak.' Dia tak dihargai, mau pergi atau pulang kehadirannya dianggap sepi. Ketika istrinya mati, mbah Tolan itu makin merana--tak ada lagi tempat di rumah baginya. kebiasaannya mencumbui air neraka makin menjadi-jadi. Mbah Tolan dianggap kuman yang mengotori bumi.
Tak tahan hati dianggap sampah oleh keluarganya, mbah Tolan balik ke desanya di kawasan Cepu. Di sana mbah Tolan suka blusukan di sepanjang bengawan, menanam bambu agar tanggul sungai tak tergerus air bah. Dia jadi akrab dengan berbagai jenis dan karakter bambu. Nasib berpihak padanya. Dia ketemu dengan investor dari Hongkong (atau mungkin China) yang tak punya lahan di negeri asalnya. Bahasa Inggris ajaib milik mbah Tolan ternyata bisa dimanfaatkan.
Oleh si investor mbah Tolan diberi bibit bambu dan setumpuk informasi, diberi modal usaha plus disewakan lahan luas di pinggiran desanya. Singkat cerita sekarang mbah Tolan jadi jutawan (kalau belum pantas dibilang milyarder). Lelaki yang umurnya mendekati 70'an itu tampil dandy, nggaya, klimis, tak pernah kekurangan uang. Dia cukup mengawasi anak buahnya yang membudidayakan bambu kualitas ekspor, orang lain yang mengurusi penjualan dan keuangannya. Mbah Tolan kawin lagi dengan perempuan yang jauh lebih muda. Kabar terakhir saya dengar: mbah Tolan sekarang lagi di Arab Saudi, menunaikan rukun Islamnya. Bagi kalian yang masih muda dan gampang frustrasi, rasakanlah panasnya tamparan mbah Tolan di pelipismu. Buka matamu, pakai otakmu! Umur bukan batasan bagi manusia untuk bangkit berjaya. Kemiskinan, keterpurukan, kehinaan, kalau kau mau sadar, adalah pancingan dari Tuhan agar kau bangkit dan berusaha dengan sepenuh kekuatan. Mestinya kalian malu pada mbah Tolan.
Hak cipta foto: http://www.gettyimages.in |
Diceritakan oleh Pak Arif Subiyanto, dalam status beliau tanggal 15 Oktober 2012
Written by: Dewa Ayu Erniathi
LokerMas, Updated at: 8:28 AM
0 comments:
Post a Comment